Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebagai Pekerja Apa Perlu Bersikap Kritis ? (BAGIAN 1)


Sebagian besar orang sering bilang bahwa kritis itu hanya sifat ke egoisan dan tidak mau kalah yang di miliki beberapa orang tertentu saja, padahal mereka semua tidak mengerti apa sebenarnya arti kritis itu, disini saya ingin memberi sedikit penjelasan tentang kritis dan dampaknya terhadap sikap tersebut menurut saya. Sebenarnya sikap spontan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi secara tidak terduga, mungkin lewat perkataan, atau perbuatan itu bisa dikatakan sebagai kritis. Di dalam sikap kritis itu terkandung bebarapa sikap yang lain yaitu sikap tidak mudah percaya, berusaha selalu menemukan kesalahan, dan rasa ingin tahu yang tajam. 

Bagaimana sikap kritis di dunia kerja ?

Saya dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya memang penting sifat kritis dalam diri seseorang itu terutama di dunia kerja. Saya akan membahas tentang beberapa sikap yang tadi saya beritahu. Tidak mudah percaya menurut saya rasa tidak mudah percaya adalah hal yang sangat penting namun bukan berarti  juga harus tidak percaya setiap apa yang orang bicarakan, disini pengertian dari tidak mudah percayanya itu adalah supaya kita tidak mudah tertipu oleh omongan orang, banyak orang yang terkena doktrin, kenapa banyak orang bisa terkena doktrin? Itu semua karena seseorang kurang kritis sehingga gampang untuk kena doktrin. Jika sikap anda tidak mudah percaya, anda akan menanyakan terus-menerus agar anda mengetahui apa yang sebenarnya dan apa yang anda harus mengikuti mereka atau tidak. sehingga anda terus menerus melakukan komunikasi dua arah sehingga pasti akan terjauh dari doktrin yang menyesatkan dari orang-orang tertentu di dalam dunia kerja

Pengalaman yang pernah saya dapati dulu ketika saya muda, masih mencari pekerjaan di sana-sini. Pernah suatu waktu saya dapat panggilan interview dari sebuah perusahaan. Menurut saya gaji yang saya terima sudah cukup. Namun ternyata saya tidak dipekerjaan di tempat tersebut, saya harus interview di tempat lain lagi. Di sana saya kaget ketika saya mencoba kritis untuk bertanya-tanya tentang fasilitas kerja, ternyata saya dapat info bahwagaji yang diberikan 2 kali lipat dari tempat interview pertama. Saya beru tahu dari beberapa calon pegawai lain yang interview juga bahwa perusahan pertama adalah perusahaan outsourcing. Jadi akhirnya saya batalkan untuk penandatanganan surat perjanjian, karena memang saya tidak menginginkan bekerja dengan sistem itu.

Contoh lain dari teman saya, yang bercerita kala itu bahwa saat diterima kerja dia tidak bertanya-tanya terlalu detil. Saat nego gaji dia serahkan ke bagian rekrutmen, jadi dia tidak mau negosiasi lebih lanjut. Dia pikir apa yang dia minta sudah tinggi, dia lupa itu gaji yang pernah dia terima di tempat kerjanya dulu di luar kota. Alhasil dia merasa sudah cukup dengan gaji itu. Suatu saat dia kaget saat ngobrol dengan bagian cleaning service tentang gaji. Dia kaget ternyata gaji cleaning service lebih besar dari dia, padahal dia staff kantor. Dia juga tidak berani protes, karena memang sudah ada kesepakatan bahwa dia setuju isi dari surat kontrak kerjanya. 

Saya juga pernah mengalami sebuah tugas yang diberikan pimpinan untuk mengawasi (memata-matai tepatnya) serta mengintimadasi para kurir di tempat kerja saya. Saya takut untuk bertanya detil dan saya sanggupi saja. Untung saja waktu itu saya sempat bertanya-tanya kepada rekan kerja lama dan meminta saran mereka. Akhirnya saya tidak lakukan perintahkan pimpinan itu seperti saran rekan-rekan yang sudah lama di situ. Memang hal itu tidak ada dalam job deskripsi pekerjaan saya. Ternyata beberapa saat kemudian tidak ada follow up dan pertanyaan apapun tentang itu dari pimpinan. Saya tunggu sampai beberapa lama juga tidak ada pertanyaan. Saya bersyukur tidak melakukan perintah itu, seandainya saya lakukan pasti saya bentrok dengan para kurir tersebut. Karir pekerjaan saya akan tamat di perusahaan itu, mungkin juga bisa saja keselamatan jiwa saya terancam. (BERSAMBUNG)